Setelah pada tulisan sebelumnya kita membahas bagaimana awal muasal terjadinya low frequency oscillation, bagaimana menanggulanginya dan akhirnya permasalahan itu muncul lagi. Sekarang timbul pertanyaan yang menarik yaitu mengapa masalah itu muncul kembali?
Pada edisi ini, saya coba untuk bercerita secara singkat tentang sebab utama munculnya kembali low frequency oscillation. Ada 2 hal yang menjadi penyebab utamanya menurut referensi yang sama pada tulisan sebelumnya :
1. Tingginya setting gain dan rendahnya time constant pada automatic voltage regulator (AVR).
2. Terlalu banyak jaringan transmisi yang panjang sehingga melebihi kemampuan (weak line).
Pertama adalah masalah tingginya gain pada AVR.
Sebelumnya, kita akan bahas secara singkat tentang transfer function dari AVR, agar lebih mudah memahami pengaruh gain dan time constant AVR. Struktur AVR sering direpresentasikan sebagai transfer function orde 1 seperti gambar 1 dibawah ini :
Gambar 1. AVR
dimana : Ka = Gain, ini fungsinya seperti kendali proporsional, dan Ta = time constant, yang menandakan kecepatan respon dari AVR, semakin kecil time constant, semakin cepat respon AVR tersebut
Gambar 2. Pengaruh gain pada AVR terhadap stabilitas sistem tenaga.
Nah, setelah tahu gain dan time constant AVR, mari kita lihat pengaruh keduanya pada low frequency oscillation.
Pada dasarnya gain yang tinggi pada AVR mempunyai 3 maksud:
1. Semakin tinggi gain, tegangan terminal generator akan terkontrol dengan baik, karena tujuan AVR memang membuat tegangan terminal stabil.
2. Gain yang tinggi dapat meningkatkan steady stability limit, dan
3. Gain yang tinggi juga dapat mengingkatkan transient stability limit.
Namun dengan semakin tingginya gain pada AVR, ternyata juga menimbulkan efek samping yaitu semakin lemahnya kemampuan redam (negarif damping) dari generator sehingga berpotensi timbulnya low frequency oscillation.
Dari alasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaturan gain pada AVR adalah sesuatu yang sangat penting, karena kalau terlalu rendah akan menimbulkan "monotonic instability" dan jika terlalu tinggi akan menimbulkan "low frequency oscillation". Karakteristik gain AVR dapat dilihat pada gambar 2. ( semakin kekanan gain semakin tinggi)
Faktor lainnya yang berpotensi menimbulkan low fequency oscillation adalah
1. Rendahnya time constant AVR.
2. Besarnya reaktansi (Xe) pada jaringan transmisi.
3. Besarnya daya aktif (P) yang melewati transmisi.
4. Besarnya daya reaktif yang negatif (leading/-Q).
Ini didasarkan pada hasil studi tentang pengaruh variasi ke empat parameter diatas terhadap Damping torque dan Synchronous Torque.
Small Oscillation pada generator sinkron menjadi suatu masalah serius bagi para engineer yang berkecimpung di sistem tenaga listrik. Sebab utamanya adalah karena generator sinkron tersebut terhubung dengan jaringan yang panjang. Untuk diketahui bahwa jika generator sinkron terhubung dengan beban yang terlalu kecil agak lebih mudah timbul oscillation seperti gambar 1 diatas. Sedangkan, dengan beban yang berlebih akan cenderung terganggu sinkronisasinya, dan bisa berakibat lebih fatal dengan hilangnya sinkronisasi-nya yang lebih sering disebut "Monotonic atau non-oscillatory" instability seperti pada gambar 2 diatas. Kedua fenomena diatas dikenal dengan steady state stability pada generator sinkron. Small oscillation lebih disebabkan karena kurangnya Tenaga redam (damping torque), sedangkan Monotonic instability lebih dikarenakan kurangnya Tenaga sinkron ( Sinchronizing torque).
Gambar 3. Kondisi steady state
Untuk menanggulangi masalah tersebut, banyak metode yang sudah dipelajari oleh para peneliti untuk memprediksi dan meredamnya. Penambahan damper winding cukup efektif untuk mengurangi small oscillation. selain itu, efek kondensator sinkron ( Synchronous condenser) dan Pengatur tegangan (AVR) juga sedang dipelajari secara luas. Dengan ketiga hasil studi diatas, kedua permasalahan dalam stabilitas di sistem tenaga sangat terbantu, contoh sistem yang stabil adalah seperti pada gambar 3. Hal ini menyebabkan studi di steady state stability mulai berkurang tajam dan kemudian beralih ke studi tentang transient dan improvementnya.
Namun pada tahun 60-an, fenomena low frequency oscillation mulai muncul kembali di sistem tenaga. Kemudian mulailah dikenalkan penggunaan Power System Stabilizer (PSS) untuk menanggulangi masalah ini. Contoh nyata kejadian low frequency oscillation di sistem operasi tenaga listrik diantaranya adalah jaringan listrik antara Saskatchewan,Manitoba dan Ontario dan juga di USA pada tahun 1960-an.
Berikut ini klasifikasi riset yang telah dilakukan selama 30 tahun terakhir untuk menanggulangi low-frequency oscillation:
1. Studi tentang fenomena small oscillation.
2. Pengembangan teknik untuk menentukan dynamic stability pada sistem yang besar.
3. Penyederhanakan sistem.
4. Pengembangan, pendesignan dan pengujian power system stabilizers (PSS) pada sistem eksitasi.
5. Pengendalian small oscillation dengan peralatan yang lain seperti Governor, SVC atau kendali HVDC dll.
Begitulah sedikit cerita ringkas tentang asal muasal low frequency oscillation pada sistem tenaga listrik.
Namun masih ada cerita menarik tentang mengapa fenomena low frequency tersebut kembali terulang setelah sebelumnya terbantu dengan damper winding, Kondensator sinkron dan AVR?
Insya Allah akan dibahas pada tulisan selanjutnya..
Cuk san
Sumber :
M.A Pai, D.P Sen dan K.R Padiyar "Small signal analysis of Power System"
Konsep Penggunaan sumber daya energi kita (Indonesia) selama ini adalah sumber energi digunakan langsung untuk memperoleh pendapatan negara tanpa memperhatikan prinsip sustainability. Ini berakibat pada penggunaan sumber daya energi belum sepenuhnya ditujukan untuk memperoleh nilai tambah ekonomi yang tinggi. Selain itu juga ada beberapa permasalahan dalam pengelolaan sumber daya energi diantaranya :
Sebagian besar sumberdaya energi (SDE) diekspor
Laju kegiatan eksploitasi SDE cukup tinggi
Sebagian besar terikat kontrak jangka panjang
Kebijakan investasi hanya berorientasi untuk kegiatan eksploitasi
Ketergantungan pada jenis sumber energi tertentu
Lambatnya program diversifikasi energi
Akibatnya adalah lemahnya ketahanan energi nasional. Salah satu indikasi keadaan tersebut adalah intensitas energi yang tinggi seperti terlihat pada grafik diatas.Intensitas energi adalah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto sebesar 1 juta dollar AS. Intensitas energi merupakan salah satu alat ukur dari efisiensi energi yang mengacu pada keadaan ekonomi nasional. Intensitas Energi tinggi artinya harga energi relatif tinggi dibandingkan dengan jumlah GDP. Intensitas Energi rendah artinya harga energy relatif murah dibandingkan dengan jumlah GDP. Pada grafik terlihat bahwa intensitas atau penggunaan energi nasional Indonesia menempati urutan tertinggi diantara negara-negara tersebut.
Namun, disisi lain, konsumsi energi per kapita Indonesia masih sangat rendah dibanding negara-negara seperti Jepang, Uni Eropa, Amerika Serikat, Jerman, Malaysia dan Thailand, konsumsi energi perkapita Indonesia menempati urutan terendah. rendahnya konsumsi perkapita ditunjang dengan data rasio elektrifikasi di Indonesia saat ini baru sekitar 60%, “Sekitar 40% penduduk di Indonesia hingga kini belum dapat menikmati listrik.
"PEMAKAIAN ENERGI PER KAPITA INDONESIA SANGAT SEDIKIT, NAMUN OUTPUT EKONOMINYA RENDAH"
Beberapa hal yang sedang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah diatas, diantaranya adalah
Mengurangi ketergantungan BBM.
Meningkatkan penggunaan energi terbarukan sebagai energi alternatif
Efisiensi penggunaan energi.
Namun pengembangan energi alternatif di Indonesia masih menemui kendala, dikarenakan :
1. Masih tingginya biaya investasi energi terbarukan dibanding energi konvensional.
2. Kurangnya mekanisme insentif dan pembiayaan.
3. Kurangnya dukungan kebijakan.
4. Rendahnya kemampuan industri dalam negeri.
5. Subsidi BBM yang berkepanjangan.
Semoga program-program tersebut dapat segera dilaksanakan dan kendala-kendalanya segera dapat diatasi. Dengan bersama dan bersatu tentunya.
Sumber:
Direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi, ESDM,RI
Jurusan:
Electrical Engineering, King Mongkut’sInstituteofTechnology
Ladkrabang,Thailand
Lulus: 2009
3.
Doctoral
Jurusan :
Electrical and Electronic Engineering, Kyushu University, Fukuoka, Japan
Rencana
Lulus : 2013
RISET
Topik: Stabilitas Sistem Tenaga, Energi terbarukan dan Kebijakan Energi Nasional
Publikasi:
A)Book Chapter : 2 Buah
B)Jurnal Internasional: 11 Buah
C)Jurnal Nasional: 2
Buah
D)Paper Internasional: 20 Buah
Kegiatan yang berhubungan dengan riset
1. Reviewer beberapa Jurnal International.
2.Pemakalah “Symposium of Energy and Environment Technology”, Fukuoka,
Japan, 2011
3. Reviewer konferensi internasional“The 6th
IFAC Symposium on Robust Control Design, ROCOND'09,Haifa,Israel,
June 16 -18, 2009”.
4. Peserta Pelatihan “ Hydrometeorological array
for intraseasonal variations monsoon auto monitoring” 6 Februari 2006, BPPT, Kerjasama
antara JAMSTEC (Jepang) dan BPPT (Indonesia)
5.Peserta Pelatihan “ Peningkatan kemampuan SDM
di bidang mesin Peralatan Listrik untuk menunjang pembangunan PLTU batubara
skala kecil di dalam negeri” 22-31 Agustus 2006, Cisarua,Bogor,
diselenggarakan oleh DepartemenPerindustrianRI.
6.Peserta Lokakarya “ Strategi pengembangan
industri PLTS untuk mencapai target energi surya dalam negeri mix Nasional
2025”, 23 Nopember 2006, BPPT, Jakarta.
7.Peserta Semiloka “
Peranan sistem mutu dan teknologi pengujian dalam peningkatan kehandalan dan
keamanan peralatan medis”13 Desember 2006, BPPT, Jakarta.
8.Engineer dalam Kegiatan
“ Rekayasa Turbin Uap Nasional skala 450 HP” Program unggulan BPPT,2005-2006.
Informasi
lainnya:
1.Beasiswa Doctoral
Degree : AUN/SEED-net program , JICA, Electrical and Electronics Department,
Kyushu University, Japan (2010-2013).
2.Beasiswa Master
degree : AUN/SEED-net program , JICA, Jepang, di King mongkut’s Institute of
Tecnology Ladkrabang, Thailand ( 2007-2009)
3.Kerjasama
riset denganKyushuUniversity,
Jepang"Design of Robust Power System
Damping Controller using Genetic Algorithm-based Fixed-StructureH∞Loop
Shaping Control"(2007- 2008). Japan Prof: Prof.
Tadahiro Goda ( Goda Lab.).
3. Kerjasama riset dengan Kyushu Institute of
Technology, Jepang " Wide area Robust Power System Stabilizing controller
design using Synchronized Phasor Measurement Unit" ( 2007-2008). Japan
Prof : Prof. Mitani ( Mitani Lab.).
4. Kerjasama riset dengan Kyushu University,
Fukuoka, Jepang " Research on development of control scheme for the
islanding operation in a microgrid " ( April 2008-Maret 2009). Japan
Prof: Prof. Tadahiro Goda ( Goda Lab.).
5. Student Travel Grant Award pada konferensi
internasional " SICE annual conference 2008" 20-22 Agustus 2008,
Chofu,Tokyo, Japan.
Untuk menambah wawasan tentang listrik tenaga surya, kami sajikan beberapa contoh wiring diagram listrik tenaga surya dari kapasitas 2 kW, 4 kW sampai 8 kW, dengan asumsi panel surya yang digunakan adalah 100 watt/lembar dan matahari bersinar selama 5 jam sehari. Contoh diagram ini bisa digunakan untuk sistem dengan tegangan 12, 24 atau 48 volt, walau basis tegangannya harus sama disemua komponen utamanya ditiap aplikasi. misal jika menggunakan tegangan 12 volts, maka komponen2-nya juga 12 volt.
Contoh sistem 2 kW
Contoh sistem 4 kW: Diperlukan penambahan panel surya dan baterai.
Contoh sistem 8 kW: Untuk 8 kW, diperlukan penambahan panel surya, batteries, and 2 inverters & 2 charge controllers.
Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia mengalami hambatan dikarenakan harga jual listriknya tidak memberikan daya tarik bagi investor terutama investor baru, apalagi dari sisi investasinya PLTP termasuk investasi dengan risiko tinggi. Hal ini dinyatakan oleh Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar.
Dalam setiap pengeboran ada peluang terjadinya kegagalan. Padahal investasi yang dibutuhkan dalam satu sumur bisa mencapai US$ 5 juta. Dengan begitu setidaknya membutuhkan US$ 2 juta per MW sedangkan harga jualnya hanya 4 sampai 5 sen dollar per kwh.
Untuk mempercepat pengembangan PLTP di Indonesia, Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan mengevaluasi harga jual listrik swasta geothermal (panas bumi) di atas 6 sen dolar per kwh karena harga saat ini yang terlalu rendah dan dikeluhkan investor.
Penetapan harga baru itu akan sangat tergantung dari persetujuan pemerintah. Sedangkan PLN hanya akan memberikan masukan karena akan terkait langsung dengan tarif dasar listrik (TDL).
PLN sendiri memperkirakan hingga tahun 2018 potensi listrik panas bumi bisa mencapai 27.000 MW, sedangkan pemanfaatannya hingga kini hanya 1000 MW.
Dengan Kebijakan yang tepat dan dengan harga yang bersaing baik dari sisi pengusaha maupun konsumen, diharapkan target pengembangan listrik nasional dapat tercapai dan pada akhirnya semua rakyat Indonesia dapat menikmati listrik dan berkembang perekonomian disemua daerah.
Bermula dari membuka email yang masuk ditengah malam menjelang tidur, ada beberapa pesan dalam "Inbox" yang menarik untuk dibaca, namun diantara pesan tersebut ada yang terasa aneh dan mencuri perhatian. pesan tersebut berasal dari Dr. Warren E. Dixon.
Ada tawaran untuk menjadi salah satu reviewer pada program "The 6th IFAC Symposium on Robust Control Design, ROCOND'09, di Haifa,Israel, June 16 -18,2009".
Membaca pesan ini, saya merasa tersanjung dan sekaligus kaget, apakah kapasitas saya sebagai Master student semester 4 mampu untuk menjalankan amanah ini?
Saya mulai berpikir, dan membaca paper yang dikirimkan dalam lampiran, dan setelah membaca, merenung dan meminta saran dari senior, akhirnya saya setuju dan mencoba belajar menjadi Reviewer di konferensi internasional yang saya anggap cukup bergengsi tersebut.
Sebenarnya pesan tersebut tidak tanpa alasan, karena saya pernah menjadi peserta " the 17th World Congress The International Federation of Automatic Control (IFAC)" di Seoul, Korea, July 6-11, 2008 yang merupakan konferensi bergengsi (setidaknya menurut saya dan dosen pembimbing) , konferensi ini diadakan setiap 3 tahun. Mungkin karena alasan tersebut, dan juga paper yang akan direview mempunyai kaitan dengan bidang yang saya tekuni sehingga saya dipilih menjadi salah satu kandidat reviewer. Apapun alasannya, amanah ini menjadi tantangan tersendiri.
Akhirnya, semoga dengan tantangan diatas, dengan sekuat tenaga, waktu dan pikiran. saya berusaha untuk sebaik mungkin mengemban amanah tersebut, juga menjadi awal yang baik sebagai reviewer, dan berlanjut di waktu mendatang, Amien.
Artikel ini saya tulis untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara menghitung persamaan state space dari suatu blok diagram? khususnya bagi pemula dibidang kontrol. pertama, agar lebih menarik, kita juga harus tahu apa pentingnya menghitung persamaan state space dan apa kegunaannya? Dengan persamaan state space, kita dapat menghitung dengan mudah nilai eigenvalue dan damping ratio dari suatu sistem, kedua hal tersebut sangat penting dalam studi kendali, termasuk dalam studi stabilitas sistem tenaga. Dengan kedua parameter tersebut, kita dapat mengetahui stabil tidaknya suatu sistem. selain itu kita dapat menggunakannya sebagai objective function dalam proses optimasi saat tuning parameter kendali, dan masih banyak lagi kegunaan lainnya.
Langsung saja kita ke contoh wind-diesel hybrid power system yang sudah saya singgung diartikel sebelumnya. Kita ulang melihat blok diagram sistem tersebut (klik gambar untuk memperjelas) :
Berikut ini cara menghitung persamaan state space:
1. Pilih salah satu parameter untuk memulainya.
contoh kita mulai dari wind frequency deviation.
Dari blok diagram, kita akan dapat persamaan berikut:
persamaan diatas menunjukkan bahwa wind frequency deviation merupakan hasil perkalian transfer funtion dengan input. input terdiri dari 3 parameter.
2. Lakukan perkalian biasa, sehingga didapat persamaan dibawah ini:
3. tanda "s" merupakan laplace transform, sehingga kita dapat persamaan:
kemudian
4. dari persamaan di step 3 , kita dapat hasil akhir untuk persamaan wind frequency deviation sebagai berikut:
persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk state space sebagai berikut :
tanda x sebagai koefisien yang belum diisi, karena kita hanya menghitung wind frequency deviation. x akan diisi ketika kita sudah sampai menghitng delta Pm dan delta Pw.
5. Ulangi Step 1 - 4 diatas untuk semua parameter diblok diagram ( 8 parameter), sehingga kita akan mempunyai 8 persamaan.
6. Susun ke 8 persamaan tersebut seperti step 4 sehingga menjadi sebuah matrik, hasil akhir adalah matrik 8x8 sebagai berikut :
dimana :
Demikian ulasan singkat tentang cara menghitung persamaan state space.
semoga bermanfaat dan saya sangat senang jika ada pertanyaan, saran atau tambahan yang mendukung.
Setelah mengenal apa manfaat energi alternatif dan sistem kerjanya secara umum. saya akan mencoba menjelaskan topik yang lebih spesifik yaitu masalah stabilitas di microgrid power system.
Namun sebelum itu, mari kita lihat beberapa literatur yang sudah membahas stabilitas di microgrid tersebut. Kita tahu bahwa pelanggan adalah raja yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya oleh pedagang, begitu juga di power system. Sebagai penyedia jasa, kita harus berusaha agar daya yang dijual kepada pelanggan berkualitas tinggi. salah satu patokan bagus tidaknya pelayanan adalah stabilnya frekuensi. Frekuensi sistem tenaga harus dijaga agar stabil dan dalam spesifikasi teknis yang ditentukan sehingga peralatan-peralatan pelanggan bisa beroperasi dengan bagus, efisien dan awet.
Beberapa strategi/teknologi berikut bisa digunakan baik untuk mengoptimalkan daya antara pembangkit dan beban, maupun untuk mengendalikan frekuensi, seperti : dump load control (woodward,1980), priority switched-load control (Nacfair,1989), flywheel (Davies,1988), superconducting magnetic energy storage(Mitani et.al,1988), dan battery energy storage system (Bhatti,1995). Dump load control dapat menjaga frekuensi pada level yang diinginkan dengan cara mengatur bleeder load, dan kelebihan energi dibuang sebagai panas. Priority switched-load akan membagi beban sesuai dengan daya yang tersedia, tentunya dengan sistem prioritas. Superconducting magnetic dan battery energy storage system bisa mengurangi osilasi frekuensi, namun tidak mampu mengatur pembangkit dan beban untuk menurunkan penyimpangan frekuensi sampai level minimum. Battery bisa menjaga frekuensi dengan cara menyimpan energi dan melepasnya pada saat-saat dibutuhkan. namun battery mempunyai beberapa kelemahan karena efisiensi yang rendah, umur yang pendek dan memerlukan maintenance yang intensive dan mahal.
Dengan adanya beberapa literatur diatas, wawasan kita agak terbuka tentang teknologi yang dapat digunakan untuk meredam fluktuasi daya ataupun frekuensi pada microgrid. Saatnya kita lebih terfokus pada salah satu aplikasi diatas. Sebagai langkah awal, saya akan memberikan contoh sistem yang sederhana yaitu wind-diesel hybrid power system yang terdiri dari sumber tenaga angin sebagai sumber energi utama dan Diesel sebagai back-up jika ketersediaan angin terbatas untuk beberapa hari atau sampai beberapa minggu. Sebagai pendukung, kita instal Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) sebagai piranti penyimpan energi sekaligus sebagai peredam fluktuasi yang ditimbulkan oleh energi angin. oleh karena itu, kita perlu men-design sebuah kendali pada SMES untuk tujuan tersebut.
Konfigurasi Wind-Diesel hybrid power system yang dilengkapi dengan SMES dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 1. Konfigurasi dasar Wind-Diesel Hybrid power system dengan SMES
Kita lihat dibagian atas adalah Wind power dan bagian bawah adalah Diesel power, SMES diinstal dibagian Wind power untuk meredam fluktuasi frekuensi yang ditimbulkan oleh kecepatan angin yang tidak konstan. Sebenarnya Blade pitch control juga bisa digunakan untuk mengurangi fluktuasi frekuensi, namun masih ada kendala karena responnya yang lambat.
Kemudian, konfigurasi sistem pada gambar 1 diatas dapat dijabarkan dalam bentuk blok diagram dibawah ini:
Gambar 2. Blok diagram Wind-Diesel dan SMES.
Dengan blok diagram tersebut, kita bisa melakukan simulasi dan merancang kendalinya. salah satu cara-nya adalah dengan memakai persamaan state space. Anda bisa menghitung sendiri persamaan state space-nya dari blok diagram diatas.
Data sistem dari Wind-diesel tersebut adalah:
-->
Selanjutnya, kita fokuskan lagi ke struktur SMES dan kendalinya yang terlihat pada gambar 3 berikut:
Gambar 3. SMES dan Kendalinya
Gambar 3 diatas dibagi menjadi 2 bagian, pertama SMES itu sendiri yang dimodelkan sebagai sistem orde 1 (mitani et. al,1988), dan blok kedua adalah kendali-nya, pada kasus ini kita menggunakan lead-lag controller orde 1, struktur kendali ini bisa diganti dengan PID, Fuzzy atau yang lainnya.
Tugas kita berikutnya adalah merancang kendalinya sehingga didapat kendali yang handal, harga yang murah dan awet. Disini saya menggunakan Genetic Algorithm (GA) untuk mencari parameter kendali SMES yang optimal, dengan objective function-nya adalah 4 kondisi pada H_infinite Loop shaping. Setelah GA dijalankan dengan 100 iterasi, didapat hasil proposed SMES dibawah ini:
Untuk menguji kehandalan kendali diatas, kita bandingkan dengan konvensioal SMES pada referensi [6].
Kita lanjutkan dengan simulasi untuk melihat kehandalan masing-masing kendali baik proposed SMES, SMES [6] maupun sistem tanpa menggunakan SMES.
1. Step respon ketika beban dan daya wind power dinaikkan 0.01 pu kW
Gambar 4. Step respon wind power
Gambar 5. Step respon terhadap beban
2. Respon terhadap wind power acak
Gambar 6. Wind power secara acak
Gambar.7 Sistem respon terhadap perubahan wind power
3. Respon terhadap perubahan beban
Gambar 8. Perubahan Beban
Gambar 9. Sistem respon terhadap perubahan beban.
4. Respon terhadap perubahan beban dan wind power
Gambar. 10. Sistem respon terhadap perubahan wind dan beban
Gambar. 11. Sistem respon terhadap perubahan wind dan beban
saat parameter Kfc diturunkan 30 %
Dilihat dari hasil simulasi diatas, kita dapat simpulkan bahwa SMES dapat mengurangi fluktuasi frekuensi, dan dengan menggunakan teori robust control, kehandalan proposed SMES lebih teruji ketika sistem berubah salah satu paramternya. seperti pada gambar 11.
Referensi
-->
[1] Bhatti TS, Al-Ademi AAF, Bansal NK. Load frequency control of isolated wind diesel hybrid power systems. Energy Conv and Manag 1997; 39(9), 829-837.
[2] Bhatti TS, Al-Ademi AAF, Bansal NK. Dynamics and control of isolated wind-diesel power systems. Int J Energy Res 1995; 19, 729-740.
[3] Tripathy SC, Kalantar M, RaoND. Dynamic and stability of a wind stand-alone power system. Energy Conv and Manag. 1993; 34, 627-640.
[4] Das D, AdityaSK, Kothari DP. Dynamics of diesel and wind turbine generators on an isolated power system. Int J Elect Power & Energy Syst 1999; 21(3), 183-189.
[5] Mitani Y, Tsuji K, Murakami Y. Application of superconducting magnetic energy storage to improve power system dynamic performance. IEEE Trans.Power Syst1988; 3(4):1418-1425.
[6] Tripathy SC. Dynamic simulation of hybrid wind-diesel power generation system with superconducting magnetic energy storage. Energy Conv and Manag. 1997; 38(9), 919-930.
[7] Tripathy SC, Kalantar M, Balasubramanian R. Dynamic and stability of wind and diesel turbine generators with superconducting magnetic energy storage unit on an isolated power system. IEEE Trans on Energy Conv 1991, 6(4), 579-585.
[8] Skogestad S, Postlethwaite. Multivariable feedback control: analysis and design. 2nd edition. John Wiely: 2005.
Untuk lebih mengenal stabilitas di sistem tenaga, salah satu langkah awal yang perlu dipelajari adalah sistem tenaga terkecil yaitu Single Machine Infinite Bus (SMIB) seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar 1 . konfigurasi SMIB
Sistem tersebut terdiri dari generator sinkron yang dihubungkan dengan infinite bus melalui jalur transmisi (transmission line) dengan reactance Xe. Generator juga dilengkapi dengan AVR ( automatic Voltage Regulator), Exciter dan PSS(power system stabilizer). Salah satu tujuan kita adalah mendesign kendali pada PSS sehingga sistem menjadi stabil diberbagai kondisi.
Untuk mempermudah dalam mendesign kendali PSS, kita bisa menggunakan linearized model. salah satu model yang umum dan sering dipakai oleh para peneliti adalah Heffron-Philips model seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Linearized model SMIB
Dari gambar 2 diatas, kita tahu bahwa pemodelan sistem SMIB diatas menggunakan sistem orde-4 yang terdiri dari load angle, rotor angle, internal voltage pada generator dan field voltage.
Untuk lebih jelasnya, kita langsung menuju contoh sistem SMIB seperti pada referensi, dengan sistem data sebagai berikut :
dimana konstanta K1 sampai K6 dapat dihitung dari persamaan dibawah ini:
Setelah kita tahu semua nilai dari masing-masing parameter di sistem, langkah selanjutnya adalah memasukkannya kedalam bentuk persamaan state space agar lebih mudah digunakan dalam mendesign kendali PSS-nya, persamaan umum state space adalah:
Apa itu state space? dan bagaimana menghitungnya? anda bisa belajar dari buku.
dan untuk sistem SMIB, kita dapat persamaan state space seperti ini:
Kemudian, dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat mendesign kendali sesuai dengan yang kita inginkan. contohnya adalah dengan cara gabungan antara Genetic Algotithm dan H-infinite Loop shaping. Tujuannya adalah untuk men-tuning parameter PSS yang optimal, sehingga memenuhi syarat H-infinite loop shaping, namun untuk detailnya tidak dibahas di-artikel ini. Insya Allah saya akan membahas dengan lebih detail di artikel lain.
Anggap hasil tuning PSS adalah sebagai berikut: RPSS merupakan hasil tuning GA-H_infinite Loop shaping: CHPSS merupakan hasil perhitungan dengan H-infinite loop shaping secara konvensional:
CPSS merupakan PSS yang ada di paper referensi [1]:
Kita lihat dari stuktur masing-masing kendali diatas, dimana RPSS dan CPSS mempunyai struktur yang sama yaitu lead-lag controller orde 2. Lead lag kontroller banyak digunakan di industri sistem tenaga. Sedangkan CHPSS memiliki struktur yang tidak teratur dengan orde tinggi sehingga sulit untuk diaplikasikan di sistem real.
untuk menguji performa masing-masing kendali diatas, kita coba ketiga kendali diatas di beberapa kondisi kerja sistem tenaga seperti pada table 1.
Berikut ini hasil simulasi ketiga kendali di 4 kondisi kerja di table 1:
1. Kondisi 1, Kondisi normal yaitu kondisi saat mendesign PSS
2. Kondisi ke-2, Weak line condition dengan menaikkan reactance dari 0.4 menjadi 0.8 3. Kondisi ke-3, Heavy Load and weak line, yaitu dengan menaikan Active power dan reactance 4. Kondisi ke-4, Unstable state, dimana damping sistem menjadi negatif
Dari keempat hasil simulasi tersebut, kita lihat bahwa CPSS hanya mempunyai performa yang bagus pada kondisi pertama saja, pada kondisi kedua CPSS mulai tidak stabil dan kondisi 3 dan 4, CPSS tidak sanggup lagi meredam oscillation dan sistem menjadi tidak stabil.
sedangkan CHPSS dan RPSS, keduanya mampu membuat sistem stabil pada semua kondisi, namun RPSS memiliki struktur yang sederhana dan mudah diaplikasikan di industri, berbeda dengan CHPSS yang memiliki struktur yang sulit diaplikasikan walaupun memiliki performa yang bagus.
Sekian bahasan singkat tentang stabilitas pada SMIB system.
semoga bermanfaat
referensi 1. Rao P.S and Sen, 1999" Robust tuning of Power Ssytem Stabilizers using QFT" IEEE Trans. on Control System technology, Vol.7 , No.4, pp, 478-486
--> 2. Cuk Supriyadi, Issarachai Ngamroo, T. Goda el." Robust power system stabilizer design based on Genetic algorithm-fixed H∞ Loop shaping control " the 17th World congress IFAC 2008, Seoul, Korea, pp. 11086-11091 -->