Dari berbagai sumber
Seperti kita ketahui bahwa salah satu aspek penting dalam perhitungan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan suatu negara adalah tingkat pertumbuhan listriknya. Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya Alam Republik Indonesia, kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia saat ini adalah sebesar 29.705 MW dengan sumber energi primer untuk pembangkit tenaga listrik berupa batubara sebesar 48,8%, gas (17,0%), BBM (11,4%), Panas Bumi (6,1%), Hidro (9,1%), dan lainnya seperti biofuel, batubara hybrid sebesar 7%.
Deangan kapasitas terpasang sebesar itu, ratio elektrifikasi negara kita saat ini masih sekitar 64,3% dan ratio desa berlistrik sebesar 91.9%. Adapun sasaran kelistrikan adalah tercapainya ratio elektrifikasi sebesar 65,3% pada tahun 2009, 67,2% pada tahun 2010 dan 100% diseluruh Indonesia sebelum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 75 di tahun 2020 . Sedang ratio desa berlistrik diharapkan tercapai 100% pada tahun 2010.
Namun anehnya, dengan rendahnya ratio elektrifikasi ini, penggunaan energi di Indonesia tergolong boros. Ini bisa diukur dari angka intensitas energi. Dibandingkan dengan negara pengimpor energi seperti Jepang, misalnya, penggunaan energi di Indonesia jauh lebih boros. Sedangkan bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN misalnya Philipina, intensitas energi Indonesia masih lebih besar. Menguatnya harga minyak mentah belakangan ini menjadi momentum untuk meningkatkan efisiensi penggunaan atau konsumsi energi dan mengoptimalkan sumber energi lain terutama energi terbarukan, salah satu energi terbaharukan yang sangat potensial adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Menurut data departemen ESDM RI, Potensi tenaga air tersebar hampir di seluruh Indonesia dan diperkirakan mencapai 70.000 MW, sementara pemanfaatanya baru sekitar 6 persen dari potensi yang ada. Padahal PLTMH sangatlah menguntungkan untuk daerah yang mempunyai potensi air dengan beberapa kelebihan sebagai berikut
Keunggulan :
a. Potensi energi air yang melimpah;
b. Teknologi yang handal dan kokoh sehingga mampu beroperasi lebih dari 15 tahun;
c. Teknologi PLTMH merupakan teknologi ramah lingkungan dan terbarukan;
d. Effisiensi tinggi (70-85 persen).
Namun, menurut Dirut PLN selama 10 tahun terakhir tidak ada pembangkit baru yang menggunakan tenaga air, padahal energi air atau hydro memiliki potensi cukup besar. Tetapi hingga sekarang baru sekitar 3.529 MW (6%) tenaga listrik yang telah dimanfaatkan berasal dari 203 unit bendungan air. Dari jumlah itu, kontribusi terhadap pasokan listrik ke sistem masih sangat kecil. Artinya, sebagian besar pasokan listrik berasal dari energi minyak dan batu bara yang selalu memerlukan biaya cukup besar.
Untuk itu, rencana tahap kedua proyek 10.000 MW akan dibangun 10 bendungan baru untuk memenuhi 7.000 MW. strategi tersebut didukung oleh murahnya biaya operasional untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yaitu Rp 140 untuk menghasilkan satu kWh. Pembangkit yang menggunakan batu bara memakan biaya Rp 500 per kWh. Adapun pembangkit bertenaga diesel berbiaya Rp 3.000 per kWh. Daerah yang berpotensi untuk dibangun bendungan baru di antaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan beberapa provinsi di Jawa.
Ayo kembali ke alam…Kembangkan renewable energy bersama..
Seperti kita ketahui bahwa salah satu aspek penting dalam perhitungan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan suatu negara adalah tingkat pertumbuhan listriknya. Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya Alam Republik Indonesia, kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia saat ini adalah sebesar 29.705 MW dengan sumber energi primer untuk pembangkit tenaga listrik berupa batubara sebesar 48,8%, gas (17,0%), BBM (11,4%), Panas Bumi (6,1%), Hidro (9,1%), dan lainnya seperti biofuel, batubara hybrid sebesar 7%.
Deangan kapasitas terpasang sebesar itu, ratio elektrifikasi negara kita saat ini masih sekitar 64,3% dan ratio desa berlistrik sebesar 91.9%. Adapun sasaran kelistrikan adalah tercapainya ratio elektrifikasi sebesar 65,3% pada tahun 2009, 67,2% pada tahun 2010 dan 100% diseluruh Indonesia sebelum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 75 di tahun 2020 . Sedang ratio desa berlistrik diharapkan tercapai 100% pada tahun 2010.
Namun anehnya, dengan rendahnya ratio elektrifikasi ini, penggunaan energi di Indonesia tergolong boros. Ini bisa diukur dari angka intensitas energi. Dibandingkan dengan negara pengimpor energi seperti Jepang, misalnya, penggunaan energi di Indonesia jauh lebih boros. Sedangkan bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN misalnya Philipina, intensitas energi Indonesia masih lebih besar. Menguatnya harga minyak mentah belakangan ini menjadi momentum untuk meningkatkan efisiensi penggunaan atau konsumsi energi dan mengoptimalkan sumber energi lain terutama energi terbarukan, salah satu energi terbaharukan yang sangat potensial adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Menurut data departemen ESDM RI, Potensi tenaga air tersebar hampir di seluruh Indonesia dan diperkirakan mencapai 70.000 MW, sementara pemanfaatanya baru sekitar 6 persen dari potensi yang ada. Padahal PLTMH sangatlah menguntungkan untuk daerah yang mempunyai potensi air dengan beberapa kelebihan sebagai berikut
Keunggulan :
a. Potensi energi air yang melimpah;
b. Teknologi yang handal dan kokoh sehingga mampu beroperasi lebih dari 15 tahun;
c. Teknologi PLTMH merupakan teknologi ramah lingkungan dan terbarukan;
d. Effisiensi tinggi (70-85 persen).
Namun, menurut Dirut PLN selama 10 tahun terakhir tidak ada pembangkit baru yang menggunakan tenaga air, padahal energi air atau hydro memiliki potensi cukup besar. Tetapi hingga sekarang baru sekitar 3.529 MW (6%) tenaga listrik yang telah dimanfaatkan berasal dari 203 unit bendungan air. Dari jumlah itu, kontribusi terhadap pasokan listrik ke sistem masih sangat kecil. Artinya, sebagian besar pasokan listrik berasal dari energi minyak dan batu bara yang selalu memerlukan biaya cukup besar.
Untuk itu, rencana tahap kedua proyek 10.000 MW akan dibangun 10 bendungan baru untuk memenuhi 7.000 MW. strategi tersebut didukung oleh murahnya biaya operasional untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yaitu Rp 140 untuk menghasilkan satu kWh. Pembangkit yang menggunakan batu bara memakan biaya Rp 500 per kWh. Adapun pembangkit bertenaga diesel berbiaya Rp 3.000 per kWh. Daerah yang berpotensi untuk dibangun bendungan baru di antaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan beberapa provinsi di Jawa.
Ayo kembali ke alam…Kembangkan renewable energy bersama..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar