JEPANG dibelah dengan 2 Sistem Jaringan Listrik
(Belajar dari tsunami 2011)
Gempa dan Tsunami besar di Fukushima Jepang pada tahun 2011 mengakibatkan berhentinya 6 reaktor PLTN di Fukushima Daiichi yang melayani
listrik Jepang bagian Timur (Tokyo, Yokohama, Tohoku, Hokaido), sehingga mengakibatkan rolling blackout (pemadaman bergilir) di daerah timur Jepang. Disisi lain, Jepang bagian barat
yang tidak terpengaruh dengan gempa dan tsunami pada saat itu masih memiliki
cadangan daya. Namun sayang, kelebihan daya tersebut tidak bisa digunakan untuk
membantu kekurangan daya di daerah timur secara maksimal. Mengapa demikian??
Tulisan ini mencoba untuk menjelaskan alasan utama mengapa
kelebihan daya di bagian barat tidak bisa disalurkan secara maksimal ke bagian
timur. Alasan utamanya adalah karena Jepang dipisah menjadi dua sistem jaringan
listrik. Walaupun seluruh Jepang menggunakan tegangan outlet 100 V, namun kedua daerah
tersebut beroperasi pada frekuensi yang berbeda, dimana bagian timur
menggunakan standart frekuensi 50 Hz sedangkan bagian barat menggunakan
frekuensi 60 Hz. Sebenarnya keduanya terhubung dengan 3 buah stasiun koverter
frekuensi di Higashi-Shimizu, Shin Shinano dan Sakuma. Namun sayang, daya yang
bisa dihandle sangat kecil dan terbatas dibanding kekurangan daya pada saat tsunami 2011 kemarin. 3 (tiga) stasiun konverter tersebut hanya bisa menyalurkan 1 GW, sedangkan kehilangan
daya akibat bencana tsunami tahun 2011 adalah sebesar 9.7 GW sehingga transfer
daya dari bagian barat tidak bisa membantu secara signifikan. Gambar stasiun
konverter frekuensi di Sakuma dapat dilihat pada gambar 1.
Nah, kota atau wilayah mana saja yang termasuk jaringan
listrik Jepang bagian timur dan jaringan listrik bagian barat? Gambar 2
memperlihatkan peta wilayah jaringan listrik bagian barat dan bagian timur.
Bagian barat ditandai dengan garis berwarna biru, sedangkan bagian timur
ditandai dengan garis merah.
Gambar 2. Wilayah jaringan listrik Jepang bagian barat dan timur
Mengapa bisa terjadi dalam satu negara terdapat 2 (dua)
sistem jaringan listrik? salah satu jawabannya adalah karena kedua jaringan
listrik tersebut dibangun oleh 2 perusahaan yang berbeda dengan pengadaan
peralatan dari negara yang mempunyai sistem yang berbeda. Tokyo Electric Light
Co yang berdiri pada tahun 1883 dan bertugas membangun jaringan listrik bagian timur membeli peralatan dari perusahaan AEG, Jerman
pada tahun 1885, dimana Jerman menggunakan standart eropa dengan frekuensi 50
Hz. Sedangkan jaringan listrik Jepang bagian barat dibangun oleh Osaka Electric
Lamp yang membeli peralatan dari GE (General Electrics), Amerika yang menggunakan stadart frekuensi
sebesar 60 Hz. Itulah yang menyebabkan kedua wilayah mempunyai standart frekuensi yang berbeda di Jepang sampai saat ini.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa sekarang belum disamakan
standartnya mengingat kejadian tsunami tersebut atau kejadian-kejadian
sebelumnya? saya sendiri kurang tahu alasan pastinya, namun kemungkinan besar
adalah masalah biaya/dana konversi yang sangat besar, karena harus mengganti
dan/atau memodifikasi sebagian besar peralatan yang sudah ada.
Itulah penjelasan ringkas dan sederhana mengenai sistem
jaringan listrik di Jepang. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita
tentang listrik.
Sumber :
- Martyn Williams, ' A legacy from the 1800s leaves Tokyo facing balckouts', March, 2011
- Mark Fischetti,' Japan's two incompatible power grids make disaster recovery harder', March, 2011
- naritama.org/report/jpower_sakuma.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar