18 November 2014


Sekilas Perkembangan Governor 
(Main Inlet Control System) pada Turbin Uap

Main inlet control system yang dimaksud disini adalah sistem kendali untuk mengatur jumlah uap yang masuk pada sebuah Turbin agar kecepatan putar turbin tetap konstan sesuai spesifikasi dengan berbagai kondisi beban. Alat yang digunakan sering disebut Governor. Berikut sekilas perkembangan Governor.
Pada awal ditemukan governor, teknologi yang digunakan adalah mekanik governor, governor tipe ini mempunyai konstruksi yang sangat sederhana. Kinerja governor ditentukan oleh gaya sentrifugal yang diperoleh dari bobot pengatur kecepatan rotor turbin. Karena gaya sentrifugal yang dihasilkan tergantung pada bobot pengatur yang ukurannya relatif sangat kecil (beberapa kilo gram), sehingga teknologi ini hanya terbatas untuk aplikasi di turbin-turbin kapasitas yang kecil (50-60 kW) dengan katup-katup pengatur yang berukuran kecil. Karena perkembangan kapasitas turbin, maka diperlukan rekayasa teknologi governor.
Pada akhir tahun 1800-an, turbin uap mulai dikontrol dengan menggunakan sistem mechanical-hydraulic control (MHC) dimana kecepatan putaran diatur dengan menggunakan flyweight governor yang ditemukan oleh james watt. Kemudian sinyal ditrasmisikan melalui tuas dan bar atau hydraulic pressure signals, dan dengan menggunakan low pressure hydraulic, tenaga dihasilkan untuk mengontrol bukaan valve yang mengatur besar-kecilnya uap yang masuk ke turbin uap melalui inlet. Karena bertambahnya kompleksitas sistem, teknologi ini banyak digunakan sampai dengan pertengahan 1960-an dan mulai dikembangkan teknologi governor yang baru.
Pada tahun 1960 dikenalkan teknologi electro-hydraulic control (EHC). Unit pertama diterapkan pada turbin ukuran medium yang dibangun pada tahun 1961, dan unit reheat ukuran besar pertama dibuat pada tahun 1968. Namun, teknologi ini masih menggunakan proportional kontrol dengan rangkaian analog dengan dual redundant untuk kebutuhan kontrol kecepatan dan 1 saluran untuk merepresentasikan sistem logika dan proteksinya. Sistem ini terdiri dari discrete component analog circuit.
Pada tahun 1970-an, rangkaian diatas diperbaharui dengan teknologi integrated circuit (IC) dan solid state logic pada beberapa sistem proteksi dan logika-nya. Hasilnya, unit govenrnor mulai banyak menggunakan komponen IC didalamnya, sehingga perlu perubahan bentuk kabinet yang digunakan. Namun, teknologi ini masih menggunakan sistem diskrit, sehingga dengan adanya kemajuan teknologi lanjutan dibidang elektronik, terjadi perkembangan teknologi governor yang menggunakan IC dan micro-processor untuk otomasinya.
Pada Tahun 1980-an, mulai dikenalkan teknologi sistem kontrol digital governor dengan triple redundant. Teknologi digital mulai diterapkan tahun 1987 pada turbin gas yang didalamnya menggunakan banyak modul-modul elektronik yang dilengkapi dengan Software Implemented Fault Tolerance (SIFT). Keuntungan sistem digital ini adalah sistem kontrol lebih fleksibel dan lebih presisi karena fungsi-fungsi yang digunakan banyak dijalankan dengan software daripada menggunakan hardware, selain itu interface operator sudah menggunakan CRT monitor, adanya fasilitas data link dan fasilitas repair secara online. Teknologi ini juga menyediakan triple redundant dan adanya perbaikan-perbaikan lanjutan kearah peningkatan reliability.
Sejalan dengan perkembangan parameter kontrol yang harus di handle dan kompleksitas sistem, maka unit kontrol turbin uap tidak lagi bertugas untuk mengendalikan proses, namun juga untuk mengontrol sistem proteksi dan penambahan fungsi monitoring. Tentu hal ini akan membutuhkan teknologi high control bandwidth atau teknologi yang menghasilkan reliability yang sangat tinggi, atau menggunakan kedua teknologi tersebut secara bersamaan untuk mendapatkan long-term reliable operation dan service of turbine. Sehingga sistem tersebut dapat disebut sebagai ”Sistem Kontrol Unit Turbin” dimana pengontrolan tidak lagi dilakukan secara parsial, namun dilakukan secara terpadu dengan menggunakan DCS (distributed control system) yang dilengkapi D-EHC (digital electohydraulic control) dan D-AVR (digital automatic voltage regulator).


 Diagram remote control pada sistem kontrol turbin.
Contoh diagram pada sistem kontrol turbin yang dilakukan secara automatis dan jarak jauh (remote) dari ruang kontrol dapat dilihat pada gambar. Sistem ini tidak hanya mengontrol kecepatan turbin, namun sudah terpadu dengan trip device, process control dll. Salah satu contoh proses konversi dari sistem kontrol mekanik-hidraulik governor menjadi kontrol elektro-hidraulik adalah pada tujuh unit power generation di Doha East Power Station, Kuwait. Pada tahun 2009, konversi sudah dilakukan pada enam unit power generation dan telah beroperasi dengan baik. Mekanik-hidraulik governor telah diganti dengan kontroler digital dan beberapa device yang sesuai. Hasilnya adalah maintenance yang lebih mudah dibanding sistem mekanik governor, selain itu pengoperasian yang lebih mudah karena prosedur yang terdapat pada layar dan penambahan fungsi pengoperasian otomatis seperti start up turbin dan pengontrol beban generator secara otomatis. Selain itu, umur alat dan fungsi telah disempurnakan menjadi lebih dari 30 tahun turbin generator.

Untuk penjelasan konsep kendali pada beberapa tipe governor yang lebih detail, insya Alloh akan disampaikan pada tulisan terpisah.

30 Mei 2012


BATTERY : Konfigurasi pengkabelan
(wiring configuration)

Menanggapi beberapa permintaan yang lama tertunda untuk menuliskan seputar battery, khususnya untuk EBT (energi baru terbarukan). Battery merupakan salah satu peralatan utama pada PLT-EBT yang tidak terkoneksi dengan jaringan atau sering disebut off-grid systems. Sebenarnya tulisan ini juga berguna untuk sistem selain off-grid systems, bisa diaplikasikan untuk kebutuhan lainnya yang menggunakan battery. Disini akan dibahas khusus tentang konfigurasi batteries disertai beberapa contoh konfigurasi dalam bentuk gambar, dimulai dari konfigurasi yang paling sederhana.

1.  Sambungan Seri
Pada sambungan seri, tegangan total adalah hasil penjumlahan semua tegangan pada masing-masing battery. Namun kapasitas total battery (Ah) adalah sama seperti kapasitas 1 buah battery saja (tidak dijumlahkan). Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat beberapa contoh berikut :
Contoh 1:

Untuk contoh 1, dapat dihitung sebagai berikut:
a. Tegangan total adalah 12 + 12 = 24 Volt
b. Kapasitas total adalah 100 Ah.

Contoh 2:


Pada contoh 2 diatas bisa didapatkan :
a. Total tegangan = 12+12+12+12 = 48 Volt
b. Kapasitas total = 100Ah ( sama dengan kapasitas 1 buah battery)

2.  Sambungan Paralel
Pada sambungan paralel, berlaku rumus sebagai berikut:
a. Total tegangan sama dengan 1 buah battery.
b. Kapasitas total = Penjumlahan semua battery yang disambung.

Perhatikan contoh berikut:
Contoh 1:

Sehingga hasil akhir dari sambungan diatas adalah
a. Total tegangan = 12 V ( sama dengan tegangan 1 buah battery)
b. Kapasitas total = 100 + 100 = 200 Ah

Contoh 2:

Sehingga didapat nilai sebagai berikut;
a. Total tegangan =  12 V 
b. Kapasitas total = 100 + 100 + 100 + 100 = 400 Ah

3.  Gabungan ( Seri - Paralel )
Pada pola sambungan ini, total tegangan merupakan hasil penjumlahan semua nilai tegangan dari battery yang disambung seri, sedangkan kapasitas total merupakan hasil penjumlahan semua battery yang dipasang secara paralel. 
Untuk lebih jelasnya, silahkan dilihat beberapa contoh sebagai berikut:

Contoh 1:
Asumsi masing-masing battery mempunyai tegangan 12V dan kapasitas 100 Ah

Total tegangan adalah 12+12 = 24 V, dan
Kapasitas total adalah 100 Ah

Contoh 2: ( asumsi sama dengan contoh 1)

Total tegangan = 12+12 V = 24 V
Kapasitas Total = 100 + 100 = 200Ah

Contoh 3:

Total tegangan = 24 V
Kapasitas Total = 300 Ah

Contoh 4:

Total tegangan = 24 V
Kapasitas total = 400 Ah

Demikian penjelasan ringkas tentang konfigurasi pengkabelan pada battery, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Penjelasan mengenai berapa besar energi yang disimpan, berbagai cara pengukuran battery, umur battery, berapa kapasitas battery yang sesuai kebutuhan dan masalah keamanan battery insya Alloh akan dibahas pada tulisan selajutnya.

Sumber : Materi Pelatihan Renac ( Renewables Academy), Berlin, Jerman, 2009

29 Mei 2012


Musim Panas 2012 di JEPANG
“HEMAT atau PEMADAMAN”
(Efek PLT-Nuklir tidak beroperasi)

Efek gempa dan tsunami Jepang pada bulan Marert 2011 masih sangat terasa efeknya sampai sekarang, terutama hal yang berbau nuklir. Masyarakat yang trauma akan musibah PLTN Fukushima Daiichi, menghendaki untuk menghentikan semua PLTN di Jepang walaupun sudah dilakukan tes ulang dan perawatan rutin terhadap PLTN-PLTN di seluruh Jepang. Akhirnya pada tanggal 5 mei 2012, PLTN terakhir di Jepang di shut down sampai batas yang belum ditentukan yang menandai semua PLTN di Jepang tidak beroperasi lagi. Artinya Jepang akan kehilangan sekitar 30% energi listriknya, tentu ini adalah jumlah yang tidak sedikit. Untuk menutupinya, pembangkit konvensional dan berumur tua pun terpaksa harus diminta turun tangan, efisiensi rendah juga sudah tak dihiraukan. Walaupun para sesepuh dari kalangan pembangkit harus turun gunung, namun diperkirakan belum bisa memenuhi kebutuhan pada saat beban puncak khususnya muslim panas nanti atau musim dingin tahun depan.

Apa efek selanjutnya?? Tentu kita sudah dapat menebak, jika jumlah permintaan listrik/ beban yang lebih besar dari pada pembangkit-nya, tentu akan terjadi pemadaman. Kemudian, apa langkah berikutnya untuk menanggulangi masalah tersebut dalam waktu dekat? Jawab-nya adalah HEMAT. Pemerintah Jepang akan menganjurkan atau bahkan mendesak Industri dan masyarakat di Jepang untuk berhemat. Misalnya untuk wilayah barat Jepang, Kansai electric power meminta konsumen kalangan industri berat yang masuk daerah operasional-nya untuk menghemat listrik sampai 15%. Sedangkan untuk wilayah lainnya diminta untuk berhemat sekitar 5-10% dari penggunaan normal khususnya pada masa musim panas antara Juli-September. Pemerintah Jepang juga akan mencari jalan keluar agar penghematan tersebut tidak banyak mengganggu kegiatan ekonomi dan rumah tangga.

Salah satu contoh cara penghematan ala masyarkat Jepang adalah kampanye pada Juni tahun lalu“ Super Cool Biz”, dimana pekerja diminta memakai pakaian ala hawai, T-shirt dan sandal untuk menghemat penggunaan listrik untuk pendingin ruangan (AC). Sedangkan mulai bulan November, dianjurkan untuk memakai sweater yang tebal karena masuk musim dingin.

Saat ini adalah akhir bulan Mei dan akan memasuki musim panas pada bulan Juli nanti, penghematan harus dilakukan untuk menghindari pemadaman. Apakah program penghematan tersebut berhasil, apakah masyarakat Jepang betah hidup tanpa PLT-nuklir atau PLT-Nuklir akan beroperasi kembali, bagaimana strategi atau kebijakan selanjutnya untuk mengatasi krisis energi di Jepang. Kita tunggu kabar selanjutnya
Untuk saat ini :

"BERHEMAT atau PEMADAMAN"

Sumber : Japan urges citizens to cut down on electricity use, BBC, 18 Mei 2012.

JEPANG dibelah dengan 2 Sistem Jaringan Listrik
(Belajar dari tsunami 2011)

Gempa dan Tsunami besar di Fukushima Jepang pada tahun 2011 mengakibatkan berhentinya 6 reaktor PLTN di Fukushima Daiichi yang melayani listrik Jepang bagian Timur (Tokyo, Yokohama, Tohoku, Hokaido), sehingga mengakibatkan rolling blackout (pemadaman bergilir) di daerah timur Jepang. Disisi lain, Jepang bagian barat yang tidak terpengaruh dengan gempa dan tsunami pada saat itu masih memiliki cadangan daya. Namun sayang, kelebihan daya tersebut tidak bisa digunakan untuk membantu kekurangan daya di daerah timur secara maksimal. Mengapa demikian??
Tulisan ini mencoba untuk menjelaskan alasan utama mengapa kelebihan daya di bagian barat tidak bisa disalurkan secara maksimal ke bagian timur. Alasan utamanya adalah karena Jepang dipisah menjadi dua sistem jaringan listrik. Walaupun seluruh Jepang menggunakan tegangan outlet 100 V, namun kedua daerah tersebut beroperasi pada frekuensi yang berbeda, dimana bagian timur menggunakan standart frekuensi 50 Hz sedangkan bagian barat menggunakan frekuensi 60 Hz. Sebenarnya keduanya terhubung dengan 3 buah stasiun koverter frekuensi di Higashi-Shimizu, Shin Shinano dan Sakuma. Namun sayang, daya yang bisa dihandle sangat kecil dan terbatas dibanding kekurangan daya pada saat tsunami 2011 kemarin. 3 (tiga) stasiun konverter tersebut hanya bisa menyalurkan 1 GW, sedangkan kehilangan daya akibat bencana tsunami tahun 2011 adalah sebesar 9.7 GW sehingga transfer daya dari bagian barat tidak bisa membantu secara signifikan. Gambar stasiun konverter frekuensi di Sakuma dapat dilihat pada gambar 1.

 Gambar 1. Stasiun Konverter Frekuensi di Sakuma, Jepang

Nah, kota atau wilayah mana saja yang termasuk jaringan listrik Jepang bagian timur dan jaringan listrik bagian barat? Gambar 2 memperlihatkan peta wilayah jaringan listrik bagian barat dan bagian timur. Bagian barat ditandai dengan garis berwarna biru, sedangkan bagian timur ditandai dengan garis merah.

Gambar 2. Wilayah jaringan listrik Jepang bagian barat dan timur

Mengapa bisa terjadi dalam satu negara terdapat 2 (dua) sistem jaringan listrik? salah satu jawabannya adalah karena kedua jaringan listrik tersebut dibangun oleh 2 perusahaan yang berbeda dengan pengadaan peralatan dari negara yang mempunyai sistem yang berbeda. Tokyo Electric Light Co yang berdiri pada tahun 1883 dan bertugas membangun jaringan listrik bagian timur membeli peralatan dari perusahaan AEG, Jerman pada tahun 1885, dimana Jerman menggunakan standart eropa dengan frekuensi 50 Hz. Sedangkan jaringan listrik Jepang bagian barat dibangun oleh Osaka Electric Lamp yang membeli peralatan dari GE (General Electrics), Amerika yang menggunakan stadart frekuensi sebesar 60 Hz. Itulah yang menyebabkan kedua wilayah mempunyai standart frekuensi yang berbeda di Jepang sampai saat ini.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa sekarang belum disamakan standartnya mengingat kejadian tsunami tersebut atau kejadian-kejadian sebelumnya? saya sendiri kurang tahu alasan pastinya, namun kemungkinan besar adalah masalah biaya/dana konversi yang sangat besar, karena harus mengganti dan/atau memodifikasi sebagian besar peralatan yang sudah ada.

Itulah penjelasan ringkas dan sederhana mengenai sistem jaringan listrik di Jepang. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita tentang listrik.

Sumber :
  1. Martyn Williams, ' A legacy from the 1800s leaves Tokyo facing balckouts', March, 2011
  2. Mark Fischetti,' Japan's two incompatible power grids make disaster recovery harder', March, 2011
  3. naritama.org/report/jpower_sakuma.html

28 Mei 2012


Menekan Biaya investasi : PLTS tersambung ke Jaringan Listrik
( Subsidi listrik tepat sasaran)

PLTS ( pembangkit listrik tenaga surya) sudah sangat sering kita dengar. Namun pada umumnya, PLTS tersebut masih terpasang secara individual, artinya PLTS masih memerlukan battery untuk menyimpan energi  untuk digunakan pada saat malam hari ketika matahari tidak bersinar. Kita tahu bahwa battery memerlukan dana investasi yang besar, perawatan yang rutin serta efisiensi yang akan terus menurun. Selain itu sampah battery juga menimbulkan masalah lingkungan. Untuk mengurangi dana investasi dan ketergatungan terhadap battery, skema PLTS tersambung ke Jaringan Listrik ( di Indonesia : PLN) merupakan hal yang baru. Beberapa keuntungan PLTS tersambung ke jaringan listrik adalah:
  1. Biaya investasi dan perawatan sangat berkurang karena tidak perlu battery.
  2. Pada saat daya dari PLTS lebih besar daripada beban (penggunaan listrik rumah kita), kelebihan daya bisa disalurkan/dijual ke jaringan listrik. Jadi tagihan rekening listrik kita bisa berkurang.
  3. Lebih ramah lingkungan karena mengurangi sampah battery yang memerlukan perlakukan khusus dan kurang ramah terhadap lingkungan.

Selain keuntungan diatas, untuk kasus di Indonesia, jika didukung dengan regulasi yang tepat. Skema tersebut akan sangat membantu untuk penyaluran subsidi listrik yang tepat sasaran. Kok Bisa???
Alasannya : jika rumah tangga/organisasi/badan usaha yang dirasa tidak layak mendapat subsidi listrik dianjurkan untuk memasang PLTS pada bangunan-nya sehingga beban listrik PLN bisa dikurangi dan subsidi bisa dikurangi. Sehingga daya PLN bisa digunakan untuk menutupi kekurangan listrik dan meningkatkan ratio elektrifikasi kita, selain itu subsidi listrik lebih tepat sasaran.

Untuk memperjelas bagaimana skema PLTS tersambung ke jaringan listrik, gambar berikut memperlihatkan konfigurasi PLTS terkoneksi ke jaringan:


Instalasinya memerlukan beberapa hal, diantaranya:
   1. Panel Surya
   2. Papan instalasi kabel dan panel
   3. Inverter

Secara umum, cara kerja skema ini adalah panel surya akan menghasilkan tegangan  DC. Kemudian tegangan DC tersebut akan diubah oleh inverter menjadi tegangan AC sesuai spesifikasi jaringan listrik. Energi listrik ini akan digunakan untuk mensupply kebutuhan listrik rumah tangga/gedung. Jika ada kelebihan daya, akan dikirimkan ke jaringan listrik. Sedangkan jika terjadi kekurangan daya, kekurangan tersebut akan ditutupi oleh listrik dari jaringan PLN. Disini, meter listrik harus bisa menghitung berapa yang dikirim ke jaringan dan berapa daya dari jaringan yang diminta oleh pelanggan. Sehingga selisihnya itulah yang akan dibayar oleh pelanggan.

Namun, semua skema pasti mempunyai kekurangan atau kelemahan, termasuk PLTS terkoneksi ke jaringan listrik. Dibawah ini beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Safety/keselamatan
Hal yang penting diperhatikan adalah PV beroperasi pada tegangan DC, jika beroperasi diatas 300 V sebelum diubah menjadi standart tegangan AC, potensi terjadi kebakaran lebih besar dibanding tegangan AC. Jadi perlu wiring/pengaturan kabel yang bagus dan semestinya. Selain itu, pada saat jaringan listrik mati, inverter harus bisa mengatasi masalah ini, sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada alat rumah tangga dll.

2.  Kualitas Listrik
Kualitas tegangan AC yang dihasilkan oleh PLTS harus disesuaikan dan mengikuti standart jaringan listrik. Selain itu, jika penetrasi PLTS sangat besar terhadap jaringan listrik (artinya daya PLTS dari banyak rumah tangga sangat besar), akan terjadi masalah pada tegangan di distribusi. Sekarang banyak penelitian tentang masalah tersebut dan bagaimana mengatasi-nya.

3.  Regulasi/Aturan jual beli listrik tingkat rumah tangga.
Harus ada regulasi yang jelas tentang aturan jual beli listrik sampai level rumah tangga. Selain itu harus dibuat standart khusus, jika ingin diterapkan secara besar-besaran.

Demikian penjelasan singkat tentang PLTS terkoneksi ke jaringan listrik. Semoga bermanfaat dan bisa membuat tulisan lanjutan yang lebih detail dari masing-masing point diatas.

Sumber : Connecting to the grid, A guide to distributed generation interconnection issues, IREC

22 Mei 2012

Mengenal Kerja Microgrid Power System


Mengenal Kerja Microgrid Power System

Akhir-akhir ini, kata Microgrid semakin sering didengar dikalangan para engineer sistem tenaga listrik. Apa dan bagaimana microgrid bekerja? Disini kita coba membahas sedikit tentang microgrid.
Microgrid bisa disebut juga ‘jaringan mikro’, tentu yang dimaksud disini adalah jaringan mikro pada sistem tenaga listrik. Microgrid sangat berkaitan dengan Distributed Energy Resources (DER) yang didalamnya terdapat pembangkit terdistribusi, penyimpan energi (energy storage) yang lokasinya dekat dengan beban lokal. Salah satu keuntungan microgrid adalah meningkatkan ketahanan sistem.

Microgrid merupakan sistem yang terdiri dari minimal satu sumber energi yang terkoneksi dengan beban pada daerah yang relatif kecil. Dalam microgrid, sumber energi dan beban bisa terhubung maupun terputus ke jaringan distribusi (grid), tentu dengan gangguan pada beban yang seminimal mungkin, sehingga perlu perencanaan yang bagus untuk menghindari masalah tersebut.


Pada saat microgrid terputus dengan jaringan distribusi (grid) dimana interconnection switch dalam keadaan terbuka, microgrid harus mampu mensupply beban local dengan pembangkitnya sendiri karena pada kondisi ini jaringan listrik tidak bisa membantu men-suplly listrik ke beban, kondisi ini disebut islanded mode. Selain microgrid harus dapat memenuhi kebutuhan beban, microgrid juga harus bisa menjamin kualitas frekuensi dan tegangan, karena pada umunya akan terjadi ‘gangguan sesaat’ pada saat proses pergantian dari kondisi terkoneksi grid ke kondisi islanded mode. Besar dan lama gangguan sangat ditentukan kualitas teknologi switch-nya. Pada dasarnya ada empat teknologi yang sangat penting dalam microgrid yaitu Distributed generation (DG), Distributed Storage (DS), interconnection switches dan sistem control, dimana semuanya harus bekerja dengan baik dan sesuai harapan sehingga perlu desain yang bagus dan harga yang seminim mungkin tentunya. Topologi microgrid power system dapat dilihat pada gambar.
Untuk pembahasan lebih detail satu persatu teknologi utama pada microgrid tersebut yang meliputi : Distributed Generation, Distributed Storage, Interconnection switches dan Control system, akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.

Sumber : Buku Power System, analysis and design, J.D Glover, M.S. Sarma dan T.J. Overbye

11 Februari 2009

Alasan utama munculnya kembali low frequency oscillation di Sistem Tenaga Listrik

Setelah pada tulisan sebelumnya kita membahas bagaimana awal muasal terjadinya low frequency oscillation, bagaimana menanggulanginya dan akhirnya permasalahan itu muncul lagi. Sekarang timbul pertanyaan yang menarik yaitu mengapa masalah itu muncul kembali?

Pada edisi ini, saya coba untuk bercerita secara singkat tentang sebab utama munculnya kembali low frequency oscillation. Ada 2 hal yang menjadi penyebab utamanya menurut referensi yang sama pada tulisan sebelumnya :
1. Tingginya setting gain dan rendahnya time constant pada automatic voltage regulator (AVR).
2. Terlalu banyak jaringan transmisi yang panjang sehingga melebihi kemampuan (weak line).

Pertama adalah masalah tingginya gain pada AVR.
Sebelumnya, kita akan bahas secara singkat tentang transfer function dari AVR, agar lebih mudah memahami pengaruh gain dan time constant AVR. Struktur AVR sering direpresentasikan sebagai transfer function orde 1 seperti gambar 1 dibawah ini :

Gambar 1. AVR

dimana : Ka = Gain, ini fungsinya seperti kendali proporsional, dan Ta = time constant, yang menandakan kecepatan respon dari AVR, semakin kecil time constant, semakin cepat respon AVR tersebut

Gambar 2. Pengaruh gain pada AVR terhadap stabilitas sistem tenaga.

Nah, setelah tahu gain dan time constant AVR, mari kita lihat pengaruh keduanya pada low frequency oscillation.
Pada dasarnya gain yang tinggi pada AVR mempunyai 3 maksud:
1. Semakin tinggi gain, tegangan terminal generator akan terkontrol dengan baik, karena tujuan AVR memang membuat tegangan terminal stabil.
2. Gain yang tinggi dapat meningkatkan steady stability limit, dan
3. Gain yang tinggi juga dapat mengingkatkan transient stability limit.

Namun dengan semakin tingginya gain pada AVR, ternyata juga menimbulkan efek samping yaitu semakin lemahnya kemampuan redam (negarif damping) dari generator sehingga berpotensi timbulnya low frequency oscillation.
Dari alasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaturan gain pada AVR adalah sesuatu yang sangat penting, karena kalau terlalu rendah akan menimbulkan "monotonic instability" dan jika terlalu tinggi akan menimbulkan "low frequency oscillation". Karakteristik gain AVR dapat dilihat pada gambar 2. ( semakin kekanan gain semakin tinggi)

Faktor lainnya yang berpotensi menimbulkan low fequency oscillation adalah
1. Rendahnya time constant AVR.
2. Besarnya reaktansi (Xe) pada jaringan transmisi.
3. Besarnya daya aktif (P) yang melewati transmisi.
4. Besarnya daya reaktif yang negatif (leading/-Q).

Ini didasarkan pada hasil studi tentang pengaruh variasi ke empat parameter diatas terhadap Damping torque dan Synchronous Torque.

Terima kasih

Cuk supriyadi

Cerita asal muasal Low frequency oscillation di Power System


Gambar 1. Contoh gambar Low Oscillation

Gambar 2 . Contoh Monotonic instability

Small Oscillation pada generator sinkron menjadi suatu masalah serius bagi para engineer yang berkecimpung di sistem tenaga listrik. Sebab utamanya adalah karena generator sinkron tersebut terhubung dengan jaringan yang panjang. Untuk diketahui bahwa jika generator sinkron terhubung dengan beban yang terlalu kecil agak lebih mudah timbul oscillation seperti gambar 1 diatas. Sedangkan, dengan beban yang berlebih akan cenderung terganggu sinkronisasinya, dan bisa berakibat lebih fatal dengan hilangnya sinkronisasi-nya yang lebih sering disebut "Monotonic atau non-oscillatory" instability seperti pada gambar 2 diatas. Kedua fenomena diatas dikenal dengan steady state stability pada generator sinkron. Small oscillation lebih disebabkan karena kurangnya Tenaga redam (damping torque), sedangkan Monotonic instability lebih dikarenakan kurangnya Tenaga sinkron ( Sinchronizing torque).

Gambar 3. Kondisi steady state

Untuk menanggulangi masalah tersebut, banyak metode yang sudah dipelajari oleh para peneliti untuk memprediksi dan meredamnya. Penambahan damper winding cukup efektif untuk mengurangi small oscillation. selain itu, efek kondensator sinkron ( Synchronous condenser) dan Pengatur tegangan (AVR) juga sedang dipelajari secara luas. Dengan ketiga hasil studi diatas, kedua permasalahan dalam stabilitas di sistem tenaga sangat terbantu, contoh sistem yang stabil adalah seperti pada gambar 3. Hal ini menyebabkan studi di steady state stability mulai berkurang tajam dan kemudian beralih ke studi tentang transient dan improvementnya.

Namun pada tahun 60-an, fenomena low frequency oscillation mulai muncul kembali di sistem tenaga. Kemudian mulailah dikenalkan penggunaan Power System Stabilizer (PSS) untuk menanggulangi masalah ini. Contoh nyata kejadian low frequency oscillation di sistem operasi tenaga listrik diantaranya adalah jaringan listrik antara Saskatchewan,Manitoba dan Ontario dan juga di USA pada tahun 1960-an.

Berikut ini klasifikasi riset yang telah dilakukan selama 30 tahun terakhir untuk menanggulangi low-frequency oscillation:
1. Studi tentang fenomena small oscillation.
2. Pengembangan teknik untuk menentukan dynamic stability pada sistem yang besar.
3. Penyederhanakan sistem.
4. Pengembangan, pendesignan dan pengujian power system stabilizers (PSS) pada sistem eksitasi.
5. Pengendalian small oscillation dengan peralatan yang lain seperti Governor, SVC atau kendali HVDC dll.

Begitulah sedikit cerita ringkas tentang asal muasal low frequency oscillation pada sistem tenaga listrik.
Namun masih ada cerita menarik tentang mengapa fenomena low frequency tersebut kembali terulang setelah sebelumnya terbantu dengan damper winding, Kondensator sinkron dan AVR?

Insya Allah akan dibahas pada tulisan selanjutnya..

Cuk san

Sumber :
M.A Pai, D.P Sen dan K.R Padiyar "Small signal analysis of Power System"


4 Februari 2009

Indonesia : Intensitas energi tinggi, Konsumsi energi rendah

Konsep Penggunaan sumber daya energi kita (Indonesia) selama ini adalah sumber energi digunakan langsung untuk memperoleh pendapatan negara tanpa memperhatikan prinsip sustainability. Ini berakibat pada penggunaan sumber daya energi belum sepenuhnya ditujukan untuk memperoleh nilai tambah ekonomi yang tinggi. Selain itu juga ada beberapa permasalahan dalam pengelolaan sumber daya energi diantaranya :

  1. Sebagian besar sumberdaya energi (SDE) diekspor
  2. Laju kegiatan eksploitasi SDE cukup tinggi
  3. Sebagian besar terikat kontrak jangka panjang
  4. Kebijakan investasi hanya berorientasi untuk kegiatan eksploitasi
  5. Ketergantungan pada jenis sumber energi tertentu
  6. Lambatnya program diversifikasi energi

Akibatnya adalah lemahnya ketahanan energi nasional. Salah satu indikasi keadaan tersebut adalah intensitas energi yang tinggi seperti terlihat pada grafik diatas.Intensitas energi adalah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto sebesar 1 juta dollar AS. Intensitas energi merupakan salah satu alat ukur dari efisiensi energi yang mengacu pada keadaan ekonomi nasional. Intensitas Energi tinggi artinya harga energi relatif tinggi dibandingkan dengan jumlah GDP. Intensitas Energi rendah artinya harga energy relatif murah dibandingkan dengan jumlah GDP. Pada grafik terlihat bahwa intensitas atau penggunaan energi nasional Indonesia menempati urutan tertinggi diantara negara-negara tersebut.

Namun, disisi lain, konsumsi energi per kapita Indonesia masih sangat rendah dibanding negara-negara seperti Jepang, Uni Eropa, Amerika Serikat, Jerman, Malaysia dan Thailand, konsumsi energi perkapita Indonesia menempati urutan terendah. rendahnya konsumsi perkapita ditunjang dengan data rasio elektrifikasi di Indonesia saat ini baru sekitar 60%, “Sekitar 40% penduduk di Indonesia hingga kini belum dapat menikmati listrik.

"PEMAKAIAN ENERGI PER KAPITA INDONESIA SANGAT SEDIKIT, NAMUN OUTPUT EKONOMINYA RENDAH"

Beberapa hal yang sedang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah diatas, diantaranya adalah

  1. Mengurangi ketergantungan BBM.
  2. Meningkatkan penggunaan energi terbarukan sebagai energi alternatif
  3. Efisiensi penggunaan energi.

Namun pengembangan energi alternatif di Indonesia masih menemui kendala, dikarenakan :

1. Masih tingginya biaya investasi energi terbarukan dibanding energi konvensional.

2. Kurangnya mekanisme insentif dan pembiayaan.

3. Kurangnya dukungan kebijakan.

4. Rendahnya kemampuan industri dalam negeri.

5. Subsidi BBM yang berkepanjangan.

Semoga program-program tersebut dapat segera dilaksanakan dan kendala-kendalanya segera dapat diatasi. Dengan bersama dan bersatu tentunya.

Sumber:

Direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi, ESDM,RI

Indonesia Energy Outlook & Statistic 2006

3 Februari 2009

CV



CURRICULUM VITAE
DATA PRIBADI :
Nama  : Cuk Supriyadi Ali Nandar
Instansi : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Posisi  : Engineer
PENDIDIKAN
1. Sarjana
Jurusan :Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
Lulus : 2002
2. Master
Jurusan : Electrical Engineering, King Mongkut’s Institute of Technology Ladkrabang, Thailand
Lulus : 2009
3. Doctoral
Jurusan : Electrical and Electronic Engineering, Kyushu University, Fukuoka, Japan
Rencana Lulus : 2013
RISET
Topik : Stabilitas Sistem Tenaga, Energi terbarukan dan Kebijakan Energi Nasional
Publikasi :
A)   Book Chapter          :  2 Buah
B)   Jurnal Internasional  : 11 Buah
C)   Jurnal Nasional        :  2 Buah
D)   Paper Internasional  : 20 Buah

Kegiatan yang berhubungan dengan riset
1.  Reviewer beberapa Jurnal International.
2.  Pemakalah “Symposium of Energy and Environment Technology”, Fukuoka, Japan, 2011
3. Reviewer konferensi internasional “The 6th IFAC Symposium on Robust Control Design, ROCOND'09, Haifa, Israel, June 16 -18, 2009”.
4. Peserta Pelatihan “ Hydrometeorological array for intraseasonal variations monsoon auto monitoring” 6 Februari 2006, BPPT, Kerjasama antara JAMSTEC (Jepang) dan BPPT (Indonesia)
5. Peserta Pelatihan “ Peningkatan kemampuan SDM di bidang mesin Peralatan Listrik untuk menunjang pembangunan PLTU batubara skala kecil di dalam negeri” 22-31 Agustus 2006, Cisarua, Bogor, diselenggarakan oleh Departemen Perindustrian RI.
6. Peserta Lokakarya “ Strategi pengembangan industri PLTS untuk mencapai target energi surya dalam negeri mix Nasional 2025”, 23 Nopember 2006, BPPT, Jakarta.
7. Peserta Semiloka “ Peranan sistem mutu dan teknologi pengujian dalam peningkatan kehandalan dan keamanan peralatan medis”13 Desember 2006, BPPT, Jakarta.
8. Engineer dalam Kegiatan “ Rekayasa Turbin Uap Nasional skala 450 HP” Program unggulan BPPT, 2005-2006.
Informasi lainnya:
1. Beasiswa Doctoral Degree : AUN/SEED-net program , JICA, Electrical and Electronics Department, Kyushu University, Japan (2010-2013).
2. Beasiswa Master degree : AUN/SEED-net program , JICA, Jepang, di King mongkut’s Institute of Tecnology Ladkrabang, Thailand ( 2007-2009)
3. Kerjasama riset dengan Kyushu University, Jepang" Design of Robust Power System Damping Controller using Genetic Algorithm-based Fixed-Structure H∞ Loop Shaping Control" (2007- 2008). 
    Japan Prof: Prof. Tadahiro Goda ( Goda Lab.). 
3. Kerjasama riset dengan Kyushu Institute of Technology, Jepang " Wide area Robust Power System Stabilizing controller design using Synchronized Phasor Measurement Unit" ( 2007-2008). 
    Japan Prof : Prof. Mitani ( Mitani Lab.).
4. Kerjasama riset dengan Kyushu University, Fukuoka, Jepang " Research on development of control scheme for the islanding operation in a microgrid " ( April 2008-Maret 2009). 
    Japan Prof: Prof. Tadahiro Goda ( Goda Lab.).
5. Student Travel Grant Award pada konferensi internasional " SICE annual conference 2008" 20-22 Agustus 2008, Chofu,Tokyo, Japan. 

22 Januari 2009

Contoh wiring diagram Listrik tenaga surya

Untuk menambah wawasan tentang listrik tenaga surya, kami sajikan beberapa contoh wiring diagram listrik tenaga surya dari kapasitas 2 kW, 4 kW sampai 8 kW, dengan asumsi panel surya yang digunakan adalah 100 watt/lembar dan matahari bersinar selama 5 jam sehari. Contoh diagram ini bisa digunakan untuk sistem dengan tegangan 12, 24 atau 48 volt, walau basis tegangannya harus sama disemua komponen utamanya ditiap aplikasi. misal jika menggunakan tegangan 12 volts, maka komponen2-nya juga 12 volt.

Contoh sistem 2 kW




Contoh sistem 4 kW:
Diperlukan penambahan panel surya dan baterai.


Contoh sistem 8 kW:
Untuk 8 kW, diperlukan penambahan panel surya, batteries, and 2 inverters & 2 charge controllers.



Semoga bermanfaat

sumber : http://www.freesunpower.com

PLN evaluasi harga listrik tenaga panas bumi

Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia mengalami hambatan dikarenakan harga jual listriknya tidak memberikan daya tarik bagi investor terutama investor baru, apalagi dari sisi investasinya PLTP termasuk investasi dengan risiko tinggi. Hal ini dinyatakan oleh Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar.

Dalam setiap pengeboran ada peluang terjadinya kegagalan. Padahal investasi yang dibutuhkan dalam satu sumur bisa mencapai US$ 5 juta. Dengan begitu setidaknya membutuhkan US$ 2 juta per MW sedangkan harga jualnya hanya 4 sampai 5 sen dollar per kwh.

Untuk mempercepat pengembangan PLTP di Indonesia, Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan mengevaluasi harga jual listrik swasta geothermal (panas bumi) di atas 6 sen dolar per kwh karena harga saat ini yang terlalu rendah dan dikeluhkan investor.

Penetapan harga baru itu akan sangat tergantung dari persetujuan pemerintah. Sedangkan PLN hanya akan memberikan masukan karena akan terkait langsung dengan tarif dasar listrik (TDL).

PLN sendiri memperkirakan hingga tahun 2018 potensi listrik panas bumi bisa mencapai 27.000 MW, sedangkan pemanfaatannya hingga kini hanya 1000 MW.

Dengan Kebijakan yang tepat dan dengan harga yang bersaing baik dari sisi pengusaha maupun konsumen, diharapkan target pengembangan listrik nasional dapat tercapai dan pada akhirnya semua rakyat Indonesia dapat menikmati listrik dan berkembang perekonomian disemua daerah.

sumber : esdm


21 Januari 2009

Belajar Menjadi Reviewer Paper Internasional ( Mulai dari the 6th IFAC Symposium on Robust Control Design, ROCOND'09)

Bermula dari membuka email yang masuk ditengah malam menjelang tidur, ada beberapa pesan dalam "Inbox" yang menarik untuk dibaca, namun diantara pesan tersebut ada yang terasa aneh dan mencuri perhatian. pesan tersebut berasal dari Dr. Warren E. Dixon.

Ada tawaran untuk menjadi salah satu reviewer pada program "The 6th IFAC Symposium on Robust Control Design, ROCOND'09, di Haifa,Israel, June 16 -18,2009".

Website:
http://www.technion.ac.il/~rocond09/welcome.html

Membaca pesan ini, saya merasa tersanjung dan sekaligus kaget, apakah kapasitas saya sebagai Master student semester 4 mampu untuk menjalankan amanah ini?
Saya mulai berpikir, dan membaca paper yang dikirimkan dalam lampiran, dan setelah membaca, merenung dan meminta saran dari senior, akhirnya saya setuju dan mencoba belajar menjadi Reviewer di konferensi internasional yang saya anggap cukup bergengsi tersebut.

Sebenarnya pesan tersebut tidak tanpa alasan, karena saya pernah menjadi peserta " the 17th World Congress The International Federation of Automatic Control (IFAC)" di Seoul, Korea, July 6-11, 2008 yang merupakan konferensi bergengsi (setidaknya menurut saya dan dosen pembimbing) , konferensi ini diadakan setiap 3 tahun. Mungkin karena alasan tersebut, dan juga paper yang akan direview mempunyai kaitan dengan bidang yang saya tekuni sehingga saya dipilih menjadi salah satu kandidat reviewer. Apapun alasannya, amanah ini menjadi tantangan tersendiri.

Akhirnya, semoga dengan tantangan diatas, dengan sekuat tenaga, waktu dan pikiran. saya berusaha untuk sebaik mungkin mengemban amanah tersebut, juga menjadi awal yang baik sebagai reviewer, dan berlanjut di waktu mendatang, Amien.

Cuk Supriyadi Ali Nandar

14 Januari 2009

Cara menghitung persamaan state space

Artikel ini saya tulis untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara menghitung persamaan state space dari suatu blok diagram? khususnya bagi pemula dibidang kontrol. pertama, agar lebih menarik, kita juga harus tahu apa pentingnya menghitung persamaan state space dan apa kegunaannya? Dengan persamaan state space, kita dapat menghitung dengan mudah nilai eigenvalue dan damping ratio dari suatu sistem, kedua hal tersebut sangat penting dalam studi kendali, termasuk dalam studi stabilitas sistem tenaga. Dengan kedua parameter tersebut, kita dapat mengetahui stabil tidaknya suatu sistem. selain itu kita dapat menggunakannya sebagai objective function dalam proses optimasi saat tuning parameter kendali, dan masih banyak lagi kegunaan lainnya.

Langsung saja kita ke contoh wind-diesel hybrid power system yang sudah saya singgung diartikel sebelumnya. Kita ulang melihat blok diagram sistem tersebut (klik gambar untuk memperjelas) :


Berikut ini cara menghitung persamaan state space:

1. Pilih salah satu parameter untuk memulainya.
contoh kita mulai dari wind frequency deviation.
Dari blok diagram, kita akan dapat persamaan berikut:
persamaan diatas menunjukkan bahwa wind frequency deviation merupakan hasil perkalian transfer funtion dengan input. input terdiri dari 3 parameter.

2. Lakukan perkalian biasa, sehingga didapat persamaan dibawah ini:

3. tanda "s" merupakan laplace transform, sehingga kita dapat persamaan:

kemudian
4. dari persamaan di step 3 , kita dapat hasil akhir untuk persamaan wind frequency deviation sebagai berikut:
persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk state space sebagai berikut :

tanda x sebagai koefisien yang belum diisi, karena kita hanya menghitung wind frequency deviation. x akan diisi ketika kita sudah sampai menghitng delta Pm dan delta Pw.

5. Ulangi Step 1 - 4 diatas untuk semua parameter diblok diagram ( 8 parameter), sehingga kita akan mempunyai 8 persamaan.
6. Susun ke 8 persamaan tersebut seperti step 4 sehingga menjadi sebuah matrik, hasil akhir adalah matrik 8x8 sebagai berikut :

dimana :

Demikian ulasan singkat tentang cara menghitung persamaan state space.
semoga bermanfaat dan saya sangat senang jika ada pertanyaan, saran atau tambahan yang mendukung.

Cuk Supriyadi
BPPT


Aplikasi SMES pada Wind-Diesel hybrid power system

Setelah mengenal apa manfaat energi alternatif dan sistem kerjanya secara umum. saya akan mencoba menjelaskan topik yang lebih spesifik yaitu masalah stabilitas di microgrid power system.
Namun sebelum itu, mari kita lihat beberapa literatur yang sudah membahas stabilitas di microgrid tersebut. Kita tahu bahwa pelanggan adalah raja yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya oleh pedagang, begitu juga di power system. Sebagai penyedia jasa, kita harus berusaha agar daya yang dijual kepada pelanggan berkualitas tinggi. salah satu patokan bagus tidaknya pelayanan adalah stabilnya frekuensi. Frekuensi sistem tenaga harus dijaga agar stabil dan dalam spesifikasi teknis yang ditentukan sehingga peralatan-peralatan pelanggan bisa beroperasi dengan bagus, efisien dan awet.
Beberapa strategi/teknologi berikut bisa digunakan baik untuk mengoptimalkan daya antara pembangkit dan beban, maupun untuk mengendalikan frekuensi, seperti : dump load control (woodward,1980), priority switched-load control (Nacfair,1989), flywheel (Davies,1988), superconducting magnetic energy storage(Mitani et.al,1988), dan battery energy storage system (Bhatti,1995). Dump load control dapat menjaga frekuensi pada level yang diinginkan dengan cara mengatur bleeder load, dan kelebihan energi dibuang sebagai panas. Priority switched-load akan membagi beban sesuai dengan daya yang tersedia, tentunya dengan sistem prioritas. Superconducting magnetic dan battery energy storage system bisa mengurangi osilasi frekuensi, namun tidak mampu mengatur pembangkit dan beban untuk menurunkan penyimpangan frekuensi sampai level minimum. Battery bisa menjaga frekuensi dengan cara menyimpan energi dan melepasnya pada saat-saat dibutuhkan. namun battery mempunyai beberapa kelemahan karena efisiensi yang rendah, umur yang pendek dan memerlukan maintenance yang intensive dan mahal.

Dengan adanya beberapa literatur diatas, wawasan kita agak terbuka tentang teknologi yang dapat digunakan untuk meredam fluktuasi daya ataupun frekuensi pada microgrid. Saatnya kita lebih terfokus pada salah satu aplikasi diatas. Sebagai langkah awal, saya akan memberikan contoh sistem yang sederhana yaitu wind-diesel hybrid power system yang terdiri dari sumber tenaga angin sebagai sumber energi utama dan Diesel sebagai back-up jika ketersediaan angin terbatas untuk beberapa hari atau sampai beberapa minggu. Sebagai pendukung, kita instal Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) sebagai piranti penyimpan energi sekaligus sebagai peredam fluktuasi yang ditimbulkan oleh energi angin. oleh karena itu, kita perlu men-design sebuah kendali pada SMES untuk tujuan tersebut.

Konfigurasi Wind-Diesel hybrid power system yang dilengkapi dengan SMES dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1. Konfigurasi dasar Wind-Diesel Hybrid power system dengan SMES

Kita lihat dibagian atas adalah Wind power dan bagian bawah adalah Diesel power, SMES diinstal dibagian Wind power untuk meredam fluktuasi frekuensi yang ditimbulkan oleh kecepatan angin yang tidak konstan. Sebenarnya Blade pitch control juga bisa digunakan untuk mengurangi fluktuasi frekuensi, namun masih ada kendala karena responnya yang lambat.

Kemudian, konfigurasi sistem pada gambar 1 diatas dapat dijabarkan dalam bentuk blok diagram dibawah ini:


Gambar 2. Blok diagram Wind-Diesel dan SMES.

Dengan blok diagram tersebut, kita bisa melakukan simulasi dan merancang kendalinya. salah satu cara-nya adalah dengan memakai persamaan state space. Anda bisa menghitung sendiri persamaan state space-nya dari blok diagram diatas.
Data sistem dari Wind-diesel tersebut adalah:

-->

Selanjutnya, kita fokuskan lagi ke struktur SMES dan kendalinya yang terlihat pada gambar 3 berikut:


Gambar 3. SMES dan Kendalinya

Gambar 3 diatas dibagi menjadi 2 bagian, pertama SMES itu sendiri yang dimodelkan sebagai sistem orde 1 (mitani et. al,1988), dan blok kedua adalah kendali-nya, pada kasus ini kita menggunakan lead-lag controller orde 1, struktur kendali ini bisa diganti dengan PID, Fuzzy atau yang lainnya.

Tugas kita berikutnya adalah merancang kendalinya sehingga didapat kendali yang handal, harga yang murah dan awet. Disini saya menggunakan Genetic Algorithm (GA) untuk mencari parameter kendali SMES yang optimal, dengan objective function-nya adalah 4 kondisi pada H_infinite Loop shaping. Setelah GA dijalankan dengan 100 iterasi, didapat hasil proposed SMES dibawah ini:
Untuk menguji kehandalan kendali diatas, kita bandingkan dengan konvensioal SMES pada referensi [6].
Kita lanjutkan dengan simulasi untuk melihat kehandalan masing-masing kendali baik proposed SMES, SMES [6] maupun sistem tanpa menggunakan SMES.

1. Step respon ketika beban dan daya wind power dinaikkan 0.01 pu kW
Gambar 4. Step respon wind power
Gambar 5. Step respon terhadap beban

2. Respon terhadap wind power acak

Gambar 6. Wind power secara acak
Gambar.7 Sistem respon terhadap perubahan wind power

3. Respon terhadap perubahan beban
Gambar 8. Perubahan Beban
Gambar 9. Sistem respon terhadap perubahan beban.

4. Respon terhadap perubahan beban dan wind power

Gambar. 10. Sistem respon terhadap perubahan wind dan beban

Gambar. 11. Sistem respon terhadap perubahan wind dan beban
saat parameter Kfc diturunkan 30 %

Dilihat dari hasil simulasi diatas, kita dapat simpulkan bahwa SMES dapat mengurangi fluktuasi frekuensi, dan dengan menggunakan teori robust control, kehandalan proposed SMES lebih teruji ketika sistem berubah salah satu paramternya. seperti pada gambar 11.

Referensi
-->
[1] Bhatti TS, Al-Ademi AAF, Bansal NK. Load frequency control of isolated wind diesel hybrid power systems. Energy Conv and Manag 1997; 39(9), 829-837.
[2] Bhatti TS, Al-Ademi AAF, Bansal NK. Dynamics and control of isolated wind-diesel power systems. Int J Energy Res 1995; 19, 729-740.
[3] Tripathy SC, Kalantar M, Rao ND. Dynamic and stability of a wind stand-alone power system. Energy Conv and Manag. 1993; 34, 627-640.
[4] Das D, Aditya SK, Kothari DP. Dynamics of diesel and wind turbine generators on an isolated power system. Int J Elect Power & Energy Syst 1999; 21(3), 183-189.
[5] Mitani Y, Tsuji K, Murakami Y. Application of superconducting magnetic energy storage to improve power system dynamic performance. IEEE Trans.Power Syst 1988; 3(4):1418-1425.
[6] Tripathy SC. Dynamic simulation of hybrid wind-diesel power generation system with superconducting magnetic energy storage. Energy Conv and Manag. 1997; 38(9), 919-930.
[7] Tripathy SC, Kalantar M, Balasubramanian R. Dynamic and stability of wind and diesel turbine generators with superconducting magnetic energy storage unit on an isolated power system. IEEE Trans on Energy Conv 1991, 6(4), 579-585.
[8] Skogestad S, Postlethwaite. Multivariable feedback control: analysis and design. 2nd edition. John Wiely: 2005.


Semoga bermanfaat

Cuk Supriyadi